Saturday, 23 July 2016

Kepentingan Tinta Dan Pena

Tafsir ayat 1, surah al-Qalam[1]

oleh HAMKA

Sesungguhnya di dalam kitab tafsir yang lama-lama banyaklah kita dapati penafsiran tentang ayat 1 ini, iaitu:



ن ۚ وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ
" Nun; Demi pena dan apa yang mereka tulis." (ayat 1).

Ada tafsir yang mengatakan bahwa Nun itu bukanlah semata-mata huruf nun lengkung bertitik satu di atas, iaitu huruf yang bermakhraj di pertemuan hujung lidah dengan hujung Iangit-langit dan dikeluarkan melalui hidung, yang dinamai juga huruf "sengau"; bukan itu saja.

Kata penafsir itu, Nun adalah nama sebangsa ikan besar di laut sebangsa ikan paus. Ikan itulah yang menelan Nabi Yunus ketika beliau meninggalkan negerinya karena kecewa melihat kekufuran kaumnya. Penafsiran ikan bemama Nun yang menelan Nabi Yunus ini dihubungkan dengan ayat-ayat terakhir dari Surat ini, yaitu ayat 48, 49, dan ayat 50. Karena ketiga ayat ini ada menceriterakan tentang Nabi Yunus ditelan ikan itu. Penafsiran ini dikuatkan oleh ayat 87 dari Surat (al-Anbiya' ) yang menyebut Nabi Yunus dengan ZanNun. Menurut ar-Razi dalam tafsimya, ada juga riwayat bahwa tafsir begini ada diterima dari lbnu Abbas, Mujahid, Muqatil dan as-Suddi.

Dan ada pula tafsiran lain mengatakan bahwa persumpahan dengan huruf Nun ini jauh lebih luas dari semata-mata ikan menelan Nabi Yunus. Menurut riwayat itu Nun adalah nama seekor ikan besar yang berdiam di lapisan bumi yang ketujuh, yang di bawah. Selanjutnya ada pula yang menafsirkan bahwa di atas ikan Nun itu ada dinding yang tebal, setelah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi. Di atas dinding, di pungung ikan itu berdirilah seekor sapi besar yang mempunyai 40,000 tanduk, dan di punggung sapi itu terletaklah bumi kita ini ketujuh petalanya. Ada pula tafsir lain mengatakan bahwa bumi terletak di salah satu ujung tanduk yang 40,000  itu.

Tetapi riwayat yang lain pula dari lbnu Abbas juga, diikuti penafsiran ini oleh ad-Dahhak, al-Hasan dan Qatadah; " Arti Nun ialah dakwat atau tinta "

Sengaja kita salin tafsiran-tafsiran ini untuk mengetahui mengapa sampai sekarang masih ada orang yang percaya bahwa bumi terletak di ujung tanduk lembu dan lembu berdiri di punggung ikan nun! Kalau terjadi gempa bumi, lalah kerana lembu itu menggerakkan kepalanya.

Tentang menafsirkan Huruf Nun dengan ikan Nun yang menelan Nabi Yunus, kalau kita fikirkan dengan saksama, tidaklah dapat diterima jika dibandingkan dengan ayat-ayat yang selanjutnya, yang isinya memuji kemuliaan budi Muhammad yang tahan dan sabar dalam perjuangan. Sudah terang bahwa Nabi Yunus ditelan oleh ikan Nun atau paus beberapa hari lamanya adalah suatu peringatan kepada seorang Nabi Allah bemama Yunus yang berkecil hati melihat kekafiran kaumnya, lalu beliau meninggalkan tugasnya itu. Tidaklah  layak permulaan peringatan kepada Nabi Muhammad ialah ikan Nun yang menelan Nabi Yunus, karena Nabi Muhammad tidaklah pernah sejenak pun meninggalkan, bahkan selalu menghadapi tugasnya dengan hati tabah, walaupun betapa hebat kepahitan yang akan beliau telan. Hijrah beliau ke Madinah kemudian, bukanlah lari dari tugas, tetapi salah satu mata rantai rencana penyempumaan tugas.

Dan tafsiran ikan Nun di bawah petala bumi ketujuh di atas ikan Nun berdiri sapi  besar bertanduk 40,000 dan di hujung salah satu tanduk itu terletak bumi, terang sekali bukan Hadis Nabi s.a.w. yang mempunyai sanad yang dapat dipegang. Ini adalah dongeng-dongeng lain bangsa yang menyelinap ke dalam tafsir dengan tidak ada penelitian.

Tentang Qalam, atau disebut juga pena, yang diambil menjadi sumpah utama oleh_Tuhan di permulaan ayat 1, ada pula terdapat berbagai ragam tafsir. Ada yang menyatakan bahwa yang mula-mula sekali diciptakan oleh Tuhan dari makhlukNya ini tidak lain ialah qalam atau pena. Disebutkan pula bahwa panjang qalam itu ialah sepanjang di antara langit dan bumi dan dia tercipta dari nur, artinya cahaya. Dalam tafsiran itu dikatakan bahwa Allah memerintahkan kepada qalam daripada Nur itu agar dia terus-menerus menulis  lalu dituliskannyalah apa yang terjadi dan apa yang ada ini, baik ajal atau amal perbuatan.

Ada pula yang menafsirkan bahwa yang dimaksudkan dengan yang mula-mula diciptakan Tuhan ialah qalam, artinya ialah akal. Tetapi oleh karena ada Hadis Nabi:

 "Yang mula-mula diciptakan Allah ialah qalam, lalu diperentahkan Allah supya ia menulis. Maka bertanyalah dia kepada Tuhan: “ Apa yang mesti dituliskan, ya Tuhan?" Tuhan menjawab:  "Tuliskan segala apa yang telah Aku takdirkan (Aku tentukan sampai akhir zaman)."
(Riwayat Imam Ahmad bin Hanbal dari Hadis al-Walid bin Ubbadah bin Tsamit)

Oleh karena ini menyangkut dengan Hadis, maka al-Qadhi memberikan tafsir bahwa isi Hadis ini adalah semata-mata Majaz, artinya kata perlambang. Sebab tidaklah mungkin sebuah alat yang telah digunakan khusus untuk menulis, bahwa dia akan hidup dan berakal, sampai dia mesti diperintah Tuhan dan dilarang. Mustahil dapat dikumpulkan jadi satu sebuah alat guna menulis lalu makhluk bemyawa yang dapat diperintah. Maka bukanlah qalam itu diperintah, melainkan berlakulah qudrat iradat Allah atas makhlukNya dan terjadilah apa yang Allah kehendaki dan Allah tentukan, dan tertulislah demikian itu sebagai takdir dari Allah.

Demikianlah sengaja agak panjang kita salin tafsir-tafsir lama untuk mengetahui ukuran orang berfikir pada masa dahulu. Tentang ujung ayat: "Dan apa yang mereka tulis" kata ar-Razi ada pula tafsir yang mengatakan bahwa yang dikatakan "mereka" di sini ialah malaikat-malaikat yang menuliskan segala amal perbuatan manusia. Sebab di dalam surat 82, al-lnfithar (Terbelah-belah), ayat 10, 11, dan 12 ada tersebut tentang malaikat-malaikat yang mulia-mulia yang ditugaskan Allah menuliskan amalan manusia dan memeliharanya. Malaikat-malaikat itu mengetahui apa saja yang dikerjakan oleh manusia di dunia ini. Maka kata tafsir itu yang dituju oleh ujung ayat ke satu Surat al-Qalam ini ialah malaikat-malaikat itu.

Tetapi karena semuanya itu adalah semata-mata penafsiran menurut kadar jangkauan akal orang yang menafsirkan, mengapa kita tidak akan berani memikirkannya lebih jauh dan mencocokkannya dengan kenyataan yang ada di hadapan mata kita sehari-hari? Adakah salah kalau kita tumpangi orang yang menafsirkan Huruf Nun itu dengan tinta dan qalam kita tafsirkan pula dengan pena yang kita pakai buat menulis? Dan sumpah dengan apa yang mereka tuliskan, ialah hasil dan buah pena ahli-ahli pengetahuan yang menyebarkan ilmu dengan tulisan? Alangkah pentingnya ketiga macam barang itu bagi kemanusiaan selama dunia terkembang! iaitu: Tinta, pena dan hasil apa yang dituliskan oleh para penulis?

Cobalah pertalikan ayat ini dengan ayat yang mula-mula turun kepada Rasulullah s.a.w. di dalam Gua Hira' di atas Bukit Nur (Cahaya). Perhatikanlah kelima ayat yang mula turun itu, iaitu awal permulaan dari Surat al-'Alaq:

Bacalah dengan nama Tuhan engkau yang telah menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhan engkau adalah Amat Mulia Yang mengajarkan manusia dengan qolam. Mengajarkan kepada manusia barang yang (tadinya) tidak mereka ketahui” (al-'Alaq: 1-5)

Di antara Qalam dalam Surat al-'Alaq sebagai ayat yang mula-mula turun dan "Qalarn" di Surat ini, dan keduanya sama-sama turun di Makkah, memang ada pertalian yang patut menjadi perhatian kita. Keduanya menarik perhatian manusia tentang pentingnya qalam atau pena dalam hidup manusia di atas permukaan bumi ini. Dengan qalamlah ilmu pengetahuan dicatat. Bahkan kitab-kitab suci yang diturunkan Allah Ta'ala kepada Nabi-nabiNya; Taurat, Injil, Zabur dan al-Quran dan berpuluh zabur-zabur yang diturunkan kepada Nabi-nabi sebagai tercatat di dalam kumpulan "Perjanjian Lama", barulah menjadi dokumentasi agama setelah semuanya itu dicatat. Kitab Suci al-Quran sendiri yang mulanya hanya sebagai hafalan dan tercatat terserak-serak dalam berbagai catatan barulah berarti untuk menjadi pegangan kaum Muslimin di permukaan bumi ini sudah 14 abad sampai sekarang setelah dia dijadikan satu Mushhaf; mulanya atas prakarsa dari khalifah Nabi yang pertama, Saiyidina Abu Bakar Shiddiq, setelah itu disalin ke dalam beberapa naskhah atas perintah Khalifah ketiga, Amirul Mu'minin Saiyidina Usman bin Affan.

Dengan tersebarnya al-Quran di permukaan Dunia lslam, tumbuhlah ilmu-ilmu agama yang lain: Tafsir al-Quran, Ilmu Hadis dengan Musthalah dan Sanadnya, Ilmu Fiqh dan Ilmu Ushul Fiqh, Ilmu Aqaid (Ushuluddin), llmu Tashawuf, Ilmu Qiraat, Ilmu Sirah, Ilmu Tarikh, Ilmu Alat Bahasa: Nahu, Saraf, Bayaan dan Badi' dan Ma'ani, Ilmu Adab dan berpuluh ilmu lain. Semuanya itu dikembangkan dengan Nun, Wal Qalqmi Wa Mo Yasthurun. Dengan tinta, pena dan apa yang mereka tuliskan di atas kertas berbagai ragam, sejak 14 abad!.

Tersebutlah dalam sejarah bahwa seketika bangsa Mongol dan Tartar menyerbu kota Baghdad pusat kebudayaan Islam selama lima abad, mereka dapatilah negeri yang kaya dengan bekas qalarn. Beribu-ribu jilid kitab ilmu pengetahuan. baik di dalam mesjid-mesjid, atau di rumah-rumah orang berilmu, atau di rumah orang-orang yang mempunyai kesukaan menyimpan kitabkitab berharga. Oleh karena mereka belum tahu nilai ilmu yang demikian tinggi, mereka lemparkanlah kitab-kitab itu ke dalam sungai Dajlah, maka menghitamlah aliran sungai beberapa lamanya dari bekas tinta kitab-kitab yang mengambang.

Tersebutlah perkataan bahwa setelah kedaulatan kaum Muslimin dipatahkan di tanah Andalusia (Spanyol) di penghujung abad kelima belas Masehi, dan setelah datang raja-rajh Kristen yang sangat fanatik, dengan fatwa dari pendeta-pendeta gereja Katholik yang sangat fanatik pula dibakarlah kitab-kitab pusaka peradaban kaum Muslimin yang tertinggal itu. Dibongkar dari mana-mana, dikeluarkan dari dalam mesjid-mesjid yang telah ditukar jadi gereja, atau dari rumah orang-orang Islam yang mempusakainya dari nenek-moyang yang telah lama meninggal; semuanya dibakar, dijadikan unggunan di muka kurungun gereja-gereja. Bertahun-tahun lamanya pekerjaan itu dikerjakan, namun kitab-kiiab itu tidak juga kunjung habis. 

Kemudian setelah beberapa tahun di belakang, bertukarlah cara berfikir. Diperlukan mencari "kekayaan" itu kembali, untuk dijadikan sumber ilmu pengetahuan. Karena di Spanyol sendiri telah bangkit ahli-ahli ilmu pengetahuan. Barulah dalam abad kesembilan belas usaha itu dilakukan. Kalau-kalau ada kitab-kitab sisa yang tidak sampai terbakar. Untunglah masih bertemu sisa-sia yang tinggal. Lalu semuanya dikumpulkan di dalam musium "Escorial" yang terkenal di Madrid.

Untuk melihat-lihat sisa-sisa yang tidak sampai terbakar itu saja, jika kita masuk melihat-lihat ke dalam gedung Escorial, niscaya akan memakan waktu berjam-jam juga.

Di tiap-tiap Bibliothek besar di negeri-negeri terkenal di Eropa orang masih dapat melihat kitab-kitab tulisan tangan (manuscript) pusaka Islam. Di Leiden, Zurich, Bonn, Sarbonn, Weenen, London. Di Princenton Amerika Serikat dan berpuluh tempat yang lain, adalah menjadi kemegahan bagi sarjana-sarjana, terutama kaum orientalis, jika negara mereka ada menyimpan kitab tulisan tangan pusaka Islam itu. Itu barulah satu sudut dari kemajuan "tinta, pena dan tulisan". Sebab Islam adalah satu sudut yang tidak dapat dimungkiri daripada tamaddun manusia di dunia ini. Apatah lagi kalau kita kaji, selidiki dan renungi perkembangan bekas tinta dan pena, nun dan qalam dan bekas tulisan mereka yang menulis. Kita bertemu dengan huruf; Huruf Hyroglyp, Huruf Paku, Huruf Kanji, Huruf Latin, Huruf Arab dan berbagai huruf yang lain. Semuanya menuliskan bekas ingatan manusia yang penting-penting. 

Cobalah bayangkan berapa kertas yang telah dipakai, berapa pena yang telah diruncingkan dan berapa tinta yang telah mengalir. Dan kemudiannya pena itu, yang di negeri kita Indonesia ini terasal daripada segar pohon aren, atau rotan halus, atau dari keratan bambu, atau dari gagang paku ransam, ataupun daripada pangkal bulu burung. Kemudian baru berobah menjadi pena dari emas, atau perak, sampai timbul pensil atau ballpen dan sebagainya. Kemudian itu terbukalah fikiran manusia kepada alat percetakan sehingga sudah lebih mudah mencetak buku-buku yang tebal-tebal dan tidak sukar lagi menyebarkan karangan seorang pengarang. Satu buku yang ditulis oleh seorang penulis dengan qalamnya dapat diperbanyak dicetak 1000, kemudian 100,000 dan kemudian berjuta-juta dan tersebar di seluruh dunia.

Alat cetak-mencetak itu pun bertambah maju luar biasa, sehingga di zaman tafsir ini ditulis penulisan qalam moden ialah dengan alat komputer, offset yang dalam satu jam dapat mencetak 50,000 lembar majalah.

      1.      Maka terjadilah perlombaan atau berpacu perahu di sungai Musi Palembang, kira-kira 50 tahun yang lalu. Ada sebuah perahu yang lebih banyak menang daripada kalah, kepunyaan perkumpulan pemuda pada sebuah kampong. Kemudian diketahui bahwa perahu yang kerapkali menang itu ada menyimpan sekeping tembaga bersurat huruf lama, yang orang awam tidak mengerti apa arti tulisan itu. Setelah diselidiki oleh para ahli ternyatalah bahwa isi kepingan tembaga itu ialah suatu catatan tentang kedatangan nenek-moyang dari Minangatamwan dengan tenteranya yang besar, masuk ke dalam negeri baru. Nama nenek-moyang itu ialah Dapunta Hiyang.

Diselidiki dengan seksama oleh ahli persuratan, maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa isi ini amat penting. Ini adalah salah satu bekas sejarah tentang kerajaan lama yang telah punah dalam abad sekian, kurun sekian di Pulau Sumatera. Sampai menjadi buah penyelidikan di mana gerangan Minangatamwan itu. Kata setelah ahli ialah Minangkabau. Tanah pertemuan di antara dua sungai, yaitu Kampar Kiri dan Kampar Kanan. Dengan penyelidikan demikian orang hendak mencari tapak Sriwijaya. Mereka ambil kesimpulan bahwa di situlah letak Muara Takus. Dan memang Muara Takus terletak di Kampar!

Kemudian datang penyelidikan membantah teori itu dan mengatakan bahwa Minangatamwan itu adalah nama sebuah sungai dalam negeri Palembang sendiri, di Selatan Sumatera. Dengan berbagai alasan pula, untuk tidak membiarkan Sriwijaya itu "dibawa" ke Sumatera Bagian Tengah.

      2.      Bertemulah sebuah batu picak (pipih) tempat membasuh kaki ketika akan naik ke dalam surau di satu desa sunyi di Terengganu. Setelah ditilik-tilik, rupanya batu landasan pencuci kaki itu ada tulisan. Diperhatikan dengan seksama, tulisan itu adalah huruf Arab, cuma saja tidak ada titik pada huruf yang mestinya bertitik. Diperhatikan pula dengan seksama, temyata bahwa bahasa yang ditulis dengan huruf Arab itu ialah Bahasa Melayu. Lalu dimintalah para ahli dari Universitas di London sendiri mengadakan penyelidikan kepada batu itu, sampai batu itu digambar, difoto dan dikonferensikan oleh ahli-ahli. Ternyata bahwa memang huruf itu huruf Arab dan bahasa yang dituliskan dengan huruf Arab itu ialah bahasa Melayu. Dan satu hal yang amat penting bertemu dalam batu itu ialah zaman batu itu ditulis. Batu itu telah sumbing, ada bahagian yang terlepas karena berlama masa. Bertemulah tahun hijrah tujuh ratus dua. Tetapi ujung kalimat dua itu ada yang pecah. Sehingga tidak dapat ditetapkan apakah 702 saja, atau721, 723, 724 sampai 729 atau tujuh ratus dua belas, atau tujuh ratus dua delapan. Meskipun demikian, batu itu telah dapat menjadi saksi yang nyata bahwa pada awal abad kedelapan hijriyah telah ada kekuasaan Islam yang besar di Tanah Melayu, khususnya di Terengganu. Sebab yang dituliskan pada batu itu ialah beberapa peraturan Hukum Pidana Islam. Dan awal abad kedelapan hijriyah bertepatan dengan permulaan abad keempat belas Masehi (1300 lebih). Dengan demikian dapatlah pencatat sejarah memperbaiki catatan selama ini yang memulai sejarah kerajaan Islam yang teratur di Semenanjung Tanah Melayu ialah di awal abad kelima belas, yaitu kerajaan Islam Melaka yang dimulai catatannya sekitar tahun 1400. Dengan Batu Bersurat Terengganu itu, sejarah Islam berkuasa di Semenanjung telah dinaikkan 100 tahun  dari catatan semula.

Banyaklah bertemu catatan demikian, bekas dari qalam dan apa yang dituliskan oleh orang yang ahli menulis. Baik qalam itu berupa sagar dari pohon kayu ijuk (aren) atau dari ujung rotan, atau gagang paku ransam, atau_ pun belahan buluh, atau pahat halus kecil sebagai kepingan tembaga Kadukan Bukit di Palembang itu. Ataupun dari tulisan-tulisan ditonggak-tonggak batu tua di Luxor, di Abusimbel, di Pyramida dan lain-lain di Kairo Mesir dan di mana saja di bagian dunia ini. Semuanya telah memperkuat tafsir dari ayat 1 Surat al-Qalam: “ Nun; Demi Qalam dan apa-apa yang mereka tuliskan

Sehingga bekas-bekas itu pun telah mempertemukan kita yang datang di belakang ini dengan nenek-moyang manusia yang hidup ribuan tahun masa lampau. Semuanya ini memberi kesan kepada kita bagaimana kebesaran dan mu'jizat yang diberikan Allah kepada Nabi kita Muhammad s.a.w.

Pada ayat yang mula turun di Gua Hira', kata yang mula sekali ialah IQRA’, artinya, menyuruh baca. Kalau hanya dipandang sepintas lalu niscaya akan kita katakan bahwa wahyu ini dan perintah ini datang kepada Nabi Muhammad s.a.w sendiri, padahal beliau ummi, tidak tahu membaca. Dan itu pun diakuinya sendiri: “ Maa ana biqari ”, “ Saya tidak pandai membaca ”. Tetapi setelah kita renungkan lebih mendalam nampaklah bahwa maksudnya jauh lebih dalam dari itu, yaitu menerangkan bagaimana pentingnya membaca untuk ummat yang beragarna. Dan di ayat keempat datang wahyu menerangkan bahwa Tuhan mengajar dengan qalam. Dengan qalam manusia diberitahu barang yang tadinya mereka tidak tahu. Dan kemudian itu, di surat 68 ini, Surat al-Qalam ini sudah diambil menjadi sumpah betapa penting artinya qalam, betapa pentingnya tinta yang dituliskan oleh qalam dan diiringkan lagi dengan sumpah betapa pentingnya apa yang mereka gariskan dengan qalam itu, yaitu ilmu. Padahal Nabi kita Muhammad s.a.w. bukan seorang yang pandai menulis dan membaca dan bukan beliau pengarang buku.


[1] Disalin dari kitab Tafsir Al-Azhar, karya Al-Marhum Prof. Dr Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah (HAMKA); Surah al-Qalam: ayat 1.