Tafsir ayat 1, surah al-Qalam[1]
oleh HAMKA
Sesungguhnya
di dalam kitab tafsir yang lama-lama banyaklah kita dapati penafsiran tentang
ayat 1 ini, iaitu:
ن ۚ وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ
" Nun;
Demi pena dan apa yang mereka tulis." (ayat 1).
Ada
tafsir yang mengatakan bahwa Nun itu bukanlah semata-mata huruf nun lengkung
bertitik satu di atas, iaitu huruf yang bermakhraj di pertemuan hujung lidah
dengan hujung Iangit-langit dan dikeluarkan melalui hidung, yang dinamai juga
huruf "sengau"; bukan itu saja.
Kata
penafsir itu, Nun adalah nama sebangsa ikan besar di laut sebangsa ikan paus.
Ikan itulah yang menelan Nabi Yunus ketika beliau meninggalkan negerinya karena
kecewa melihat kekufuran kaumnya. Penafsiran ikan bemama Nun yang menelan Nabi
Yunus ini dihubungkan dengan ayat-ayat terakhir dari Surat ini, yaitu ayat 48,
49, dan ayat 50. Karena ketiga ayat ini ada menceriterakan tentang Nabi Yunus
ditelan ikan itu. Penafsiran ini dikuatkan oleh ayat 87 dari Surat (al-Anbiya' )
yang menyebut Nabi Yunus dengan ZanNun. Menurut ar-Razi dalam tafsimya, ada
juga riwayat bahwa tafsir begini ada diterima dari lbnu Abbas, Mujahid, Muqatil
dan as-Suddi.
Dan
ada pula tafsiran lain mengatakan bahwa persumpahan dengan huruf Nun ini jauh
lebih luas dari semata-mata ikan menelan Nabi Yunus. Menurut riwayat itu Nun
adalah nama seekor ikan besar yang berdiam di lapisan bumi yang ketujuh, yang
di bawah. Selanjutnya ada pula yang menafsirkan bahwa di atas ikan Nun itu ada
dinding yang tebal, setelah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi. Di atas
dinding, di pungung ikan itu berdirilah seekor sapi besar yang mempunyai 40,000
tanduk, dan di punggung sapi itu terletaklah bumi kita ini ketujuh petalanya.
Ada pula tafsir lain mengatakan bahwa bumi terletak di salah satu ujung tanduk
yang 40,000 itu.
Tetapi
riwayat yang lain pula dari lbnu Abbas juga, diikuti penafsiran ini oleh
ad-Dahhak, al-Hasan dan Qatadah; " Arti
Nun ialah dakwat atau tinta "
Sengaja
kita salin tafsiran-tafsiran ini untuk mengetahui mengapa sampai sekarang masih
ada orang yang percaya bahwa bumi terletak di ujung tanduk lembu dan lembu
berdiri di punggung ikan nun! Kalau terjadi gempa bumi, lalah kerana lembu itu menggerakkan
kepalanya.
Tentang
menafsirkan Huruf Nun dengan ikan Nun yang menelan Nabi Yunus, kalau kita
fikirkan dengan saksama, tidaklah dapat diterima jika dibandingkan dengan
ayat-ayat yang selanjutnya, yang isinya memuji kemuliaan budi Muhammad yang
tahan dan sabar dalam perjuangan. Sudah terang bahwa Nabi Yunus ditelan oleh
ikan Nun atau paus beberapa hari lamanya adalah suatu peringatan kepada seorang
Nabi Allah bemama Yunus yang berkecil hati melihat kekafiran kaumnya, lalu
beliau meninggalkan tugasnya itu. Tidaklah layak permulaan peringatan kepada Nabi
Muhammad ialah ikan Nun yang menelan Nabi Yunus, karena Nabi Muhammad tidaklah
pernah sejenak pun meninggalkan, bahkan selalu menghadapi tugasnya dengan hati
tabah, walaupun betapa hebat kepahitan yang akan beliau telan. Hijrah beliau ke
Madinah kemudian, bukanlah lari dari tugas, tetapi salah satu mata rantai
rencana penyempumaan tugas.
Dan
tafsiran ikan Nun di bawah petala bumi ketujuh di atas ikan Nun berdiri sapi besar bertanduk 40,000 dan di hujung salah
satu tanduk itu terletak bumi, terang sekali bukan Hadis Nabi s.a.w. yang
mempunyai sanad yang dapat dipegang. Ini adalah dongeng-dongeng lain bangsa
yang menyelinap ke dalam tafsir dengan tidak ada penelitian.
Tentang
Qalam, atau disebut juga pena, yang diambil menjadi sumpah utama oleh_Tuhan di
permulaan ayat 1, ada pula terdapat berbagai ragam tafsir. Ada yang menyatakan
bahwa yang mula-mula sekali diciptakan oleh Tuhan dari makhlukNya ini tidak
lain ialah qalam atau pena. Disebutkan pula bahwa panjang qalam itu ialah
sepanjang di antara langit dan bumi dan dia tercipta dari nur, artinya cahaya.
Dalam tafsiran itu dikatakan bahwa Allah memerintahkan kepada qalam daripada
Nur itu agar dia terus-menerus menulis lalu dituliskannyalah apa yang terjadi dan apa
yang ada ini, baik ajal atau amal perbuatan.
Ada
pula yang menafsirkan bahwa yang dimaksudkan dengan yang mula-mula diciptakan Tuhan
ialah qalam, artinya ialah akal. Tetapi oleh karena ada Hadis Nabi:
"Yang mula-mula diciptakan Allah ialah qalam,
lalu diperentahkan Allah supya ia menulis. Maka bertanyalah dia kepada Tuhan: “
Apa yang mesti dituliskan, ya Tuhan?" Tuhan menjawab: "Tuliskan segala apa yang telah Aku
takdirkan (Aku tentukan sampai akhir zaman)."
(Riwayat Imam Ahmad bin Hanbal
dari Hadis al-Walid bin Ubbadah bin Tsamit)
Oleh
karena ini menyangkut dengan Hadis, maka al-Qadhi memberikan tafsir bahwa isi
Hadis ini adalah semata-mata Majaz, artinya kata perlambang. Sebab tidaklah
mungkin sebuah alat yang telah digunakan khusus untuk menulis, bahwa dia akan
hidup dan berakal, sampai dia mesti diperintah Tuhan dan dilarang. Mustahil
dapat dikumpulkan jadi satu sebuah alat guna menulis lalu makhluk bemyawa yang
dapat diperintah. Maka bukanlah qalam itu diperintah, melainkan berlakulah
qudrat iradat Allah atas makhlukNya dan terjadilah apa yang Allah kehendaki dan
Allah tentukan, dan tertulislah demikian itu sebagai takdir dari Allah.
Demikianlah
sengaja agak panjang kita salin tafsir-tafsir lama untuk mengetahui ukuran
orang berfikir pada masa dahulu. Tentang ujung ayat: "Dan apa yang mereka tulis" kata ar-Razi ada pula tafsir yang
mengatakan bahwa yang dikatakan "mereka"
di sini ialah malaikat-malaikat yang menuliskan segala amal perbuatan manusia.
Sebab di dalam surat 82, al-lnfithar (Terbelah-belah), ayat 10, 11, dan 12 ada
tersebut tentang malaikat-malaikat yang mulia-mulia yang ditugaskan Allah
menuliskan amalan manusia dan memeliharanya. Malaikat-malaikat itu mengetahui
apa saja yang dikerjakan oleh manusia di dunia ini. Maka kata tafsir itu yang
dituju oleh ujung ayat ke satu Surat al-Qalam ini ialah malaikat-malaikat itu.
Tetapi
karena semuanya itu adalah semata-mata penafsiran menurut kadar jangkauan akal
orang yang menafsirkan, mengapa kita tidak akan berani memikirkannya lebih jauh
dan mencocokkannya dengan kenyataan yang ada di hadapan mata kita sehari-hari? Adakah
salah kalau kita tumpangi orang yang menafsirkan Huruf Nun itu dengan tinta dan
qalam kita tafsirkan pula dengan pena yang kita pakai buat menulis? Dan sumpah
dengan apa yang mereka tuliskan, ialah hasil dan buah pena ahli-ahli
pengetahuan yang menyebarkan ilmu dengan tulisan? Alangkah pentingnya ketiga
macam barang itu bagi kemanusiaan selama dunia terkembang! iaitu: Tinta, pena
dan hasil apa yang dituliskan oleh para penulis?
Cobalah
pertalikan ayat ini dengan ayat yang mula-mula turun kepada Rasulullah s.a.w.
di dalam Gua Hira' di atas Bukit Nur (Cahaya). Perhatikanlah kelima ayat yang
mula turun itu, iaitu awal permulaan dari Surat al-'Alaq:
“Bacalah dengan nama Tuhan engkau yang telah menciptakan.
Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhan engkau adalah Amat
Mulia Yang mengajarkan manusia dengan qolam. Mengajarkan kepada manusia barang
yang (tadinya) tidak mereka ketahui” (al-'Alaq: 1-5)
Di
antara Qalam dalam Surat al-'Alaq sebagai ayat yang mula-mula turun dan "Qalarn" di Surat ini, dan keduanya
sama-sama turun di Makkah, memang ada pertalian yang patut menjadi perhatian
kita. Keduanya menarik perhatian manusia tentang pentingnya qalam atau pena
dalam hidup manusia di atas permukaan bumi ini. Dengan qalamlah ilmu
pengetahuan dicatat. Bahkan kitab-kitab suci yang diturunkan Allah Ta'ala
kepada Nabi-nabiNya; Taurat, Injil, Zabur dan al-Quran dan berpuluh zabur-zabur
yang diturunkan kepada Nabi-nabi sebagai tercatat di dalam kumpulan
"Perjanjian Lama", barulah menjadi dokumentasi agama setelah semuanya
itu dicatat. Kitab Suci al-Quran sendiri yang mulanya hanya sebagai hafalan dan
tercatat terserak-serak dalam berbagai catatan barulah berarti untuk menjadi
pegangan kaum Muslimin di permukaan bumi ini sudah 14 abad sampai sekarang
setelah dia dijadikan satu Mushhaf; mulanya atas prakarsa dari khalifah Nabi
yang pertama, Saiyidina Abu
Bakar Shiddiq, setelah itu disalin ke dalam beberapa naskhah atas perintah Khalifah
ketiga, Amirul Mu'minin Saiyidina Usman bin Affan.
Dengan
tersebarnya al-Quran di permukaan Dunia lslam, tumbuhlah ilmu-ilmu agama yang
lain: Tafsir al-Quran, Ilmu Hadis dengan Musthalah dan Sanadnya, Ilmu Fiqh dan
Ilmu Ushul Fiqh, Ilmu Aqaid (Ushuluddin), llmu Tashawuf, Ilmu Qiraat, Ilmu
Sirah, Ilmu Tarikh, Ilmu Alat Bahasa: Nahu, Saraf, Bayaan dan Badi' dan Ma'ani,
Ilmu Adab dan berpuluh ilmu lain. Semuanya itu dikembangkan dengan Nun, Wal
Qalqmi Wa Mo Yasthurun. Dengan tinta, pena dan apa yang mereka tuliskan di atas
kertas berbagai ragam, sejak 14 abad!.
Tersebutlah
dalam sejarah bahwa seketika bangsa Mongol dan Tartar menyerbu kota Baghdad
pusat kebudayaan Islam selama lima abad, mereka dapatilah negeri yang kaya
dengan bekas qalarn. Beribu-ribu jilid kitab ilmu pengetahuan. baik di dalam
mesjid-mesjid, atau di rumah-rumah orang berilmu, atau di rumah orang-orang
yang mempunyai kesukaan menyimpan kitabkitab berharga. Oleh karena mereka belum
tahu nilai ilmu yang demikian tinggi, mereka lemparkanlah kitab-kitab itu ke
dalam sungai Dajlah, maka menghitamlah aliran sungai beberapa lamanya dari
bekas tinta kitab-kitab yang mengambang.
Tersebutlah
perkataan bahwa setelah kedaulatan kaum Muslimin dipatahkan di tanah Andalusia
(Spanyol) di penghujung abad kelima belas Masehi, dan setelah datang raja-rajh
Kristen yang sangat fanatik, dengan fatwa dari pendeta-pendeta gereja Katholik
yang sangat fanatik pula dibakarlah kitab-kitab pusaka peradaban kaum Muslimin
yang tertinggal itu. Dibongkar dari mana-mana, dikeluarkan dari dalam
mesjid-mesjid yang telah ditukar jadi gereja, atau dari rumah orang-orang Islam
yang mempusakainya dari nenek-moyang yang telah lama meninggal; semuanya dibakar,
dijadikan unggunan di muka kurungun gereja-gereja. Bertahun-tahun lamanya
pekerjaan itu dikerjakan, namun kitab-kiiab itu tidak juga kunjung habis.
Kemudian setelah beberapa tahun di belakang, bertukarlah cara berfikir. Diperlukan mencari "kekayaan" itu kembali, untuk dijadikan sumber ilmu pengetahuan. Karena di Spanyol sendiri telah bangkit ahli-ahli ilmu pengetahuan. Barulah dalam abad kesembilan belas usaha itu dilakukan. Kalau-kalau ada kitab-kitab sisa yang tidak sampai terbakar. Untunglah masih bertemu sisa-sia yang tinggal. Lalu semuanya dikumpulkan di dalam musium "Escorial" yang terkenal di Madrid.
Kemudian setelah beberapa tahun di belakang, bertukarlah cara berfikir. Diperlukan mencari "kekayaan" itu kembali, untuk dijadikan sumber ilmu pengetahuan. Karena di Spanyol sendiri telah bangkit ahli-ahli ilmu pengetahuan. Barulah dalam abad kesembilan belas usaha itu dilakukan. Kalau-kalau ada kitab-kitab sisa yang tidak sampai terbakar. Untunglah masih bertemu sisa-sia yang tinggal. Lalu semuanya dikumpulkan di dalam musium "Escorial" yang terkenal di Madrid.
Untuk
melihat-lihat sisa-sisa yang tidak sampai terbakar itu saja, jika kita masuk
melihat-lihat ke dalam gedung Escorial, niscaya akan memakan waktu berjam-jam
juga.
Di
tiap-tiap Bibliothek besar di negeri-negeri terkenal di Eropa orang masih dapat
melihat kitab-kitab tulisan tangan (manuscript) pusaka Islam. Di Leiden, Zurich,
Bonn, Sarbonn, Weenen, London. Di Princenton Amerika Serikat dan berpuluh
tempat yang lain, adalah menjadi kemegahan bagi sarjana-sarjana, terutama kaum
orientalis, jika negara mereka ada menyimpan kitab tulisan tangan pusaka Islam
itu. Itu barulah satu sudut dari kemajuan "tinta, pena dan tulisan". Sebab Islam adalah satu sudut yang
tidak dapat dimungkiri daripada tamaddun manusia di dunia ini. Apatah lagi
kalau kita kaji, selidiki dan renungi perkembangan bekas tinta dan pena, nun
dan qalam dan bekas tulisan mereka yang menulis. Kita bertemu dengan huruf;
Huruf Hyroglyp, Huruf Paku, Huruf Kanji, Huruf Latin, Huruf Arab dan berbagai
huruf yang lain. Semuanya menuliskan bekas ingatan manusia yang penting-penting.
Cobalah bayangkan berapa kertas yang telah dipakai, berapa pena yang telah diruncingkan dan berapa tinta yang telah mengalir. Dan kemudiannya pena itu, yang di negeri kita Indonesia ini terasal daripada segar pohon aren, atau rotan halus, atau dari keratan bambu, atau dari gagang paku ransam, ataupun daripada pangkal bulu burung. Kemudian baru berobah menjadi pena dari emas, atau perak, sampai timbul pensil atau ballpen dan sebagainya. Kemudian itu terbukalah fikiran manusia kepada alat percetakan sehingga sudah lebih mudah mencetak buku-buku yang tebal-tebal dan tidak sukar lagi menyebarkan karangan seorang pengarang. Satu buku yang ditulis oleh seorang penulis dengan qalamnya dapat diperbanyak dicetak 1000, kemudian 100,000 dan kemudian berjuta-juta dan tersebar di seluruh dunia.
Cobalah bayangkan berapa kertas yang telah dipakai, berapa pena yang telah diruncingkan dan berapa tinta yang telah mengalir. Dan kemudiannya pena itu, yang di negeri kita Indonesia ini terasal daripada segar pohon aren, atau rotan halus, atau dari keratan bambu, atau dari gagang paku ransam, ataupun daripada pangkal bulu burung. Kemudian baru berobah menjadi pena dari emas, atau perak, sampai timbul pensil atau ballpen dan sebagainya. Kemudian itu terbukalah fikiran manusia kepada alat percetakan sehingga sudah lebih mudah mencetak buku-buku yang tebal-tebal dan tidak sukar lagi menyebarkan karangan seorang pengarang. Satu buku yang ditulis oleh seorang penulis dengan qalamnya dapat diperbanyak dicetak 1000, kemudian 100,000 dan kemudian berjuta-juta dan tersebar di seluruh dunia.
Alat
cetak-mencetak itu pun bertambah maju luar biasa, sehingga di zaman tafsir ini
ditulis penulisan qalam moden ialah dengan alat komputer, offset yang dalam
satu jam dapat mencetak 50,000 lembar majalah.
1. Maka terjadilah perlombaan atau
berpacu perahu di sungai Musi Palembang, kira-kira 50 tahun yang lalu. Ada
sebuah perahu yang lebih banyak menang daripada kalah, kepunyaan perkumpulan
pemuda pada sebuah kampong. Kemudian diketahui bahwa perahu yang kerapkali
menang itu ada menyimpan sekeping tembaga bersurat huruf lama, yang orang awam
tidak mengerti apa arti tulisan itu. Setelah diselidiki oleh para ahli ternyatalah
bahwa isi kepingan tembaga itu ialah suatu catatan tentang kedatangan nenek-moyang
dari Minangatamwan dengan tenteranya yang besar, masuk ke dalam negeri baru.
Nama nenek-moyang itu ialah Dapunta Hiyang.
Diselidiki dengan seksama oleh
ahli persuratan, maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa isi ini amat penting.
Ini adalah salah satu bekas sejarah tentang kerajaan lama yang telah punah
dalam abad sekian, kurun sekian di Pulau Sumatera. Sampai menjadi buah
penyelidikan di mana gerangan Minangatamwan itu. Kata setelah ahli ialah
Minangkabau. Tanah pertemuan di antara dua sungai, yaitu Kampar Kiri dan Kampar
Kanan. Dengan penyelidikan demikian orang hendak mencari tapak Sriwijaya.
Mereka ambil kesimpulan bahwa di situlah letak Muara Takus. Dan memang Muara Takus
terletak di Kampar!
Kemudian datang penyelidikan
membantah teori itu dan mengatakan bahwa Minangatamwan itu adalah nama sebuah
sungai dalam negeri Palembang sendiri, di Selatan Sumatera. Dengan berbagai
alasan pula, untuk tidak membiarkan Sriwijaya itu "dibawa" ke
Sumatera Bagian Tengah.
2. Bertemulah sebuah batu picak
(pipih) tempat membasuh kaki ketika akan naik ke dalam surau di satu desa sunyi
di Terengganu. Setelah ditilik-tilik, rupanya batu landasan pencuci kaki itu
ada tulisan. Diperhatikan dengan seksama, tulisan itu adalah huruf Arab, cuma
saja tidak ada titik pada huruf yang mestinya bertitik. Diperhatikan pula
dengan seksama, temyata bahwa bahasa yang ditulis dengan huruf Arab itu ialah
Bahasa Melayu. Lalu dimintalah para ahli dari Universitas di London sendiri
mengadakan penyelidikan kepada batu itu, sampai batu itu digambar, difoto dan
dikonferensikan oleh ahli-ahli. Ternyata bahwa memang huruf itu huruf Arab dan bahasa
yang dituliskan dengan huruf Arab itu ialah bahasa Melayu. Dan satu hal yang
amat penting bertemu dalam batu itu ialah zaman batu itu ditulis. Batu itu
telah sumbing, ada bahagian yang terlepas karena berlama masa. Bertemulah tahun
hijrah tujuh ratus dua. Tetapi ujung
kalimat dua itu ada yang pecah. Sehingga tidak dapat ditetapkan apakah 702
saja, atau721, 723, 724 sampai 729 atau tujuh ratus dua belas, atau tujuh ratus
dua delapan. Meskipun demikian, batu itu telah dapat menjadi saksi yang nyata
bahwa pada awal abad kedelapan hijriyah telah ada kekuasaan Islam yang besar di
Tanah Melayu, khususnya di Terengganu. Sebab yang dituliskan pada batu itu
ialah beberapa peraturan Hukum Pidana Islam. Dan awal abad kedelapan hijriyah
bertepatan dengan permulaan abad keempat belas Masehi (1300 lebih). Dengan
demikian dapatlah pencatat sejarah memperbaiki catatan selama ini yang memulai
sejarah kerajaan Islam yang teratur di Semenanjung Tanah Melayu ialah di awal
abad kelima belas, yaitu kerajaan Islam Melaka yang dimulai catatannya sekitar tahun
1400. Dengan Batu Bersurat Terengganu itu, sejarah Islam berkuasa di Semenanjung
telah dinaikkan 100 tahun dari catatan
semula.
Banyaklah
bertemu catatan demikian, bekas dari qalam dan apa yang dituliskan oleh orang
yang ahli menulis. Baik qalam itu berupa sagar dari pohon kayu ijuk (aren) atau
dari ujung rotan, atau gagang paku ransam, atau_ pun belahan buluh, atau pahat
halus kecil sebagai kepingan tembaga Kadukan Bukit di Palembang itu. Ataupun
dari tulisan-tulisan ditonggak-tonggak batu tua di Luxor, di Abusimbel, di Pyramida
dan lain-lain di Kairo Mesir dan di mana saja di bagian dunia ini. Semuanya
telah memperkuat tafsir dari ayat 1 Surat al-Qalam: “ Nun; Demi Qalam dan apa-apa yang mereka tuliskan ”
Sehingga
bekas-bekas itu pun telah mempertemukan kita yang datang di belakang ini dengan
nenek-moyang manusia yang hidup ribuan tahun masa lampau. Semuanya
ini memberi kesan kepada kita bagaimana kebesaran dan mu'jizat yang diberikan
Allah kepada Nabi kita Muhammad s.a.w.
Pada
ayat yang mula turun di Gua Hira', kata yang mula sekali ialah IQRA’, artinya, menyuruh baca. Kalau
hanya dipandang sepintas lalu niscaya akan kita katakan bahwa wahyu ini dan
perintah ini datang kepada Nabi Muhammad s.a.w sendiri, padahal beliau ummi,
tidak tahu membaca. Dan itu pun diakuinya sendiri: “ Maa ana biqari ”, “ Saya tidak
pandai membaca ”. Tetapi setelah kita renungkan lebih mendalam nampaklah
bahwa maksudnya jauh lebih dalam dari itu, yaitu menerangkan bagaimana
pentingnya membaca untuk ummat yang beragarna. Dan di ayat keempat datang wahyu
menerangkan bahwa Tuhan mengajar dengan qalam. Dengan qalam manusia diberitahu
barang yang tadinya mereka tidak tahu. Dan kemudian itu, di surat 68 ini, Surat
al-Qalam ini sudah diambil menjadi sumpah betapa penting artinya qalam, betapa pentingnya
tinta yang dituliskan oleh qalam dan diiringkan lagi dengan sumpah betapa pentingnya
apa yang mereka gariskan dengan qalam itu, yaitu ilmu. Padahal Nabi kita
Muhammad s.a.w. bukan seorang yang pandai menulis dan membaca dan bukan beliau
pengarang buku.
[1]
Disalin dari kitab Tafsir Al-Azhar,
karya Al-Marhum Prof. Dr Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah (HAMKA);
Surah al-Qalam: ayat 1.
No comments:
Post a Comment